Merupakan Sekolah Tinggi Teologi yang mendidik Mahasiswa menjadi Calon Pelayan dan Pendidik yang mampu melayani di dearah yang tidak terlayani dan mampu menjangkau yang tidak terjangkau
JAKARTA, LenteraKristiani.com — Sangat miris dunia pendidikan teologi kita karena sekian puluh tahun, kita hanya memiliki 4 guru besar (profesor). Hal ini disampaikan Prof Dr Thomas Pentury, M.Si (Direktur Jenderal Bimas Kristen Republik Indonesia) sebagai pembicara dalam Kuliah Umum Kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emanuel (STT REM) bekerjasama dengan Conrad Supit Center di Kampus STT REM pada Jumat (26/7/2019).
Kuliah Umum ini mengangkat topik: “Peran Pemerintah dalam Mempersiapkan SDM Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia” yang dipandu oleh Pdt Steven R Palit, M.Th. Topik ini menarik karena diawal sudah disebutkan bahwa SDM kita dalam bidang pendidikan teologi sangat miskin dengan kepakaran teologi yang diakui pemerintah. “Di sinilah tantangan saya sebagai Dirjen Bimas Kristen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas para pakar teologi, terutama menghasilkan guru besar yang mumpuni,” ujar Pentury.
Pentury mengatakan bahwa saat ini telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan, yang merupakan turunan dari UU No. 12 Tahun 2012. “Peraturan Pemerintah ini sangat strategis untuk mengatur sistem pendidikan keagamaan. Kalau UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maka turunan dari undang-undang itu telah diturunkan PP No. 4 Tahun 2014 yang mengatur tentang Pendidikan Tinggi Umum dari seluruh universitas yang ada di bawah Kementerian Riset-Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Namun kemudian, harus kita akui, dalam sistem pendidikan nasional ada dua yang diatur, yakni pendidikan umum dan pendidikan keagamaan,” lanjutnya.
Ada kabar baik bagi penyelenggara pendidikan tinggi keagamaan seperti Sekolah Tinggi Teologi dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen lainnya bahwa mereka diberi kewenangan untuk mengelola rumpun ilmu keagamaan, dan rumpun ilmu sains dan teknologi yang umum. Jadi misalnya jika STT REM ingin membuka bidang ilmu lain di luar ilmu teologi dan pendidikan Agama Kristen yang sudah ada, STT REM sudah dapat menyelenggarakannya. Selain itu juga, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Agama RI yang memberikan kewenangan atau delegasi kepada Dirjen untuk menerbitkan izin prodi (program studi) bidang keagamaan. “Kewenangan itu sudah ada, bagaimana kita menata kelola, tentu akan ada diskusi panjang, karena tidak ada pilihan lain bagi kita, terutama bagi perspektif Kristen dan Gereja, untuk menyiapkan SDM lewat pendidikan,” tegas Pentury.
Melalui kesempatan yang dibuka pemerintah ini, Pentury menegaskan bahwa kita tidak akan prihatin lagi terhadap keberadaan sekolah-sekolah teologi di Indonesia, yang hingga kini hanya mempunyai 4 orang guru besar bidang teologi. Keempat guru besar itu semuanya hanya berasal dari STT Jakarta. Sementara jumlah institusi pendidikan tinggi keagamaan Kristen ada 382 buah. Dari 382 institusi pendidikan tinggi keagamaan Kristen, 7 di antaranya merupakan institusi milik pemerintah, yakni Sekolah Tinggi Agama Kristen dan Negeri (STAKN). Dari 7 STAKN ini, 3 di antaranya sudah menjadi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN), yakni ada di Ambon, Tarutung, dan Manado. Masih ada 3 lagi akan diproses menyusul menjadi IAKN, yakni di Kupang, Palangkaraya, dan Toraja. Peluang STT, STAKN, dan IAKN untuk menjadi universitas makin terbuka melalui PP ini karena akan lebih mudah mentransformasi menjadi universitas. “Cita-cita saya, satu hal yang penting, harus ada 1 Universitas Kristen Negeri,” harap Pentury.
Kuliah Umum ini dihadiri juga Pdt Dr Yogi Dewanto, MBA selaku Ketua STT REM yang baru terpilih, Pdt. Abraham Supit selaku Ketua Yayasan STT REM, para mahasiswa STT REM, para dosen STT REM, dan para jurnalis yang terhimpun dalam Persatuan Wartawan Media Kristen Indonesia (PERWAMKI).
Kampus 65