Merupakan Sekolah Tinggi Teologi yang mendidik Mahasiswa menjadi Calon Pelayan dan Pendidik yang mampu melayani di dearah yang tidak terlayani dan mampu menjangkau yang tidak terjangkau
Bagi sebagian orang, mengucap syukur bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi jika mereka sedang berada dalam keadaan yang susah. Harus diakui, mengucap syukur bukanlah hal yang alamiah. Alasan-alasan untuk mengeluh tampaknya lebih mudah ditemukan daripada alasan-alasan untuk mengucap syukur.
Tidak demikian dengan Paulus. Dia sedang berada di dalam penjara karena pemberitaan Injil (1:12-13). Itu pun bukan karena kecerobohan atau kesalahannya dalam memberitakan Injil. Di tengah situasi seperti ini, Paulus tetap tidak mengizinkan penjara untuk membelenggu sukacita dan ucapan syukurnya. Akar kata “sukacita” muncul belasan kali dalam surat ini. Di awal surat pun Paulus tidak lupa untuk mengungkapkan syukur kepada Allah.
Bagaimana hal itu bisa dilakukan? Apa yang membedakannya dari banyak orang?
Seperti yang sudah dijelaskan dalam khotbah sebelumnya, Paulus mengadopsi pola surat kuno, tetapi dia juga memodifikasinya sedemikian rupa. Kita sudah melihat hal itu di bagian pendahuluan surat (identitas penulis, identitas penerima dan salam pembukaan). Hal yang sama dia lakukan di bagian ucapan syukur dan doa.
Penemuan surat-surat Yunani-Romawi kuno menunjukkan pola-pola yang secara umum sama. Sesudah salam pembukaan, seorang penulis biasanya mengungkapkan ucapan syukur dan doa kepada dewa-dewa untuk penerima surat. Paulus tampaknya mengikuti kebiasaan ini. Ada ucapan syukur (1:3-8). Ada doa (1:9-11).
Apakah hal ini berarti bahwa ucapan syukur Paulus hanyalah sebuah kebiasaan semata-mata? Sama sekali tidak. Jika kita membandingkannya dengan surat-surat kuno lain, kita akan menemukan perbedaan yang cukup jelas. Dari sisi porsi tulisan, ucapan syukur dan doa di 1:3-11 terbilang sangat panjang. Dari sisi relasi, kalimat-kalimat Paulus sarat dengan luapan emosi yang menunjukkan kedekatannya dengan jemaat Filipi. Dari sisi teologi, ada banyak poin-poin doktrinal yang tercakup dalam ucapan syukur dan doa ini. Pendeknya, Paulus bukan hanya mengadopsi, tetapi juga memodifikasi secara Kristiani.
Hari ini kita mungkin menguraikan ayat 3-11 sekaligus. Kita hanya akan berfokus pada ayat 3-6. Ini adalah bagian ucapan syukur. Ayat 7-8 merupakan luapan kasih dan perhatian Paulus kepada jemaat Filipi, sedangkan ayat 9-11 merupakan doanya bagi mereka.
Dari sisi struktur kalimat (sintaks) dalam teks Yunani, ayat 3-9 (termasuk teks hari ini) mengandung banyak ketidakjelasan. Ada beberapa kata yang bisa dikaitkan dengan suatu bagian atau bagian lain. Masing-masing pilihan akan memengaruhi penafsiran.
Tanpa bermaksud mengabaikan semua kesulitan di atas, kita hanya akan mendekati teks ini secara umum. Kita akan menyoroti seluk-beluk ucapan syukur Kristiani yang tersirat di dalamnya. Apa yang dimaksud dengan ucapan syukur? Kepada siapa kita mengucap syukur? Mengapa kita mengucap syukur?
Kata kerja euchariste? (LAI:TB “mengucap syukur”) muncul 24 kali dalam tulisan Paulus. Kata benda eucharistia muncul 12 kali. Hampir semua pemunculan kata kerja atau benda ini diterjemahkan oleh LAI:TB dengan “mengucap syukur” atau “ucapan syukur”. Ada tambahan “ucapan” di sana.
Dalam beberapa hal, tambahan ini memang bisa dibenarkan. Eucharistia kadangkala memang berkaitan dengan perkataan. Sebagai contoh, kata ini beberapa kali dikaitkan dengan doa (Flp. 4:6; 1Tim. 2:1) atau dikontraskan dengan perkataan yang buruk (Ef. 5:4). Jadi, euchariste?/eucharistia memang merujuk pada apa yang dikatakan oleh seseorang.
Walaupun demikian, kita tidak boleh membatasi artinya hanya pada perkataan saja. Akar kata tersebut sebenarnya lebih ke arah respons terhadap kebaikan seseorang atau kasih karunia Allah, terlepas dari wujud konkrit respons tersebut. Hal ini tersirat dari permainan kata/bunyi antara eucharistia (syukur) dan charis (kasih karunia/pemberian). Kata euchariste? dikaitkan dengan perkataan maupun perbuatan (Kol. 3:17). Paulus juga mengontraskan euchariste? dengan pikiran yang sia-sia dan hati yang bodoh (Rm. 1:21). Pendeknya, terjemahan LAI:TB “mengucap/ucapan syukur” kadangkala terlalu membatasi wujud syukur yang dimaksud oleh Paulus. Syukur lebih berkaitan dengan kesadaran terhadap kebaikan, pemberian atau kasih karunia Allah bagi kita.
Tidak heran, beberapa kali pemunculan kata eucharistia/euchariste? tidak berkaitan dengan perkataan. Paulus mengontraskan eucharistia dengan aturan halal-haram yang dipegang oleh orang-orang Yahudi. Sebagai kontras terhadap sikap mereka yang tidak mau menyentuh barang-barang tertentu seolah-olah ada pemberian Allah yang tidak baik, Paulus menegaskan bahwa semua pemberian Allah adalah baik, sehingga perlu diterima dengan syukur (1Tim. 4:3-4). Di tempat lain Paulus mengaitkan eucharistia dengan pertobatan. Semakin besar jumlah petobat, semakin besar syukur kita (2Kor. 4:15).
Paulus menujukan syukurnya kepada “Allahku” (t? the? mou). Istilah “Allah” di sini lebih merujuk pada Bapa. Sebelumnya Paulus sudah menggunakan kata “Allah” dan langsung mengaitkannya dengan Bapa (ayat 2 “kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita”). Di ayat-ayat selanjutnya Paulus juga beberapa kali membedakan antara Bapa (Allah) dengan Yesus Kristus (ayat 6, 8, dan 11).
Tidak seperti para penulis surat kuno yang memercayai banyak dewa, Paulus sangat spesifik dalam menyebutkan Allah. Dia menggunakan bentuk tunggal. Selain itu, artikel t? di depan kata “Allah” berfungsi untuk merujuk balik pada Allah Bapa di ayat 2. Bukan sekadar suatu Allah.
Paulus juga menambahkan kata “ku” (mou) setelah kata “Allah”. Hal ini tidak berarti bahwa dia bersikap egois atau egosentris. Kata ganti yang sering muncul dalam konteks doa ini (4:19; Rm. 1:8; 1Kor. 1:4; Flm. 4) menyiratkan relasi yang personal. Paulus memiliki kedekatan dengan Allah. Dia bahkan berani mengundang Allah sebagai saksi untuk menguji hatinya (1:8 “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”).
Tidak mudah menentukan ada berapa alasan di balik ucapan syukur Paulus. Seperti sudah disinggung di awal khotbah, struktur kalimat di ayat 3-6 sangat rumit dan terbuka untuk beragam penafsiran. Saya sepakat dengan para penafsir yang mengusulkan tiga alasan, walaupun tiga alasan itu sebenarnya sangat berkaitan.
Pertama, ingatan jemaat Filipi terhadap Paulus (ayat 3b). Dalam teks Yunani, frasa ini dimulai dengan kata depan epi yang diikuti oleh kata benda berkasus datif (epi pas? t? mneia hym?n). Sintaks seperti ini dapat menerangkan waktu (LAI:TB “dalam setiap ingatan tentang kalian”; ESV; LAI:TB; NIV) atau alasan ucapan syukur (“atas setiap ingatan kalian”).
Beberapa pertimbangan berikut ini lebih mendukung opsi terakhir. Alasan ucapan syukur di ayat 5 (“karena persekutuanmu dalam berita Injil”) juga dimulai dengan kata depan epi + kata benda datif (epi t? koin?nia hym?n). Di luar Alkitab, kata kerja euchariste? jika diikuti oleh kata depan epi + datif selalu menunjukkan alasan di balik ucapan syukur. Sintaks yang sama juga ditemukan beberapa kali dalam tulisan Paulus (1Kor. 1:4 “atas kasih karunia Allah” = epi t? chariti tou theou; 1Tes. 3:9 “atas segala sukacita” = epi pas? t? chara).
Alasan kedua di balik ucapan syukur Paulus adalah partisipasi jemaat Filipi yang konsisten dalam pemberitaan Injil (ayat 5). Kata “persekutuan” (koin?nia, LAI:TB’ KJV) di sini mengandung arti “keikutsertaan” (NASB “participation) atau “kemitraan” (NIV/ESV “partnership”). Tambahan “sejak hari pertama sampai sekarang” memberi petunjuk bahwa Paulus sedang membicarakan tentang kontribusi jemaat Filipi yang konsisten bagi pekabaran Injil. Di 4:14 Paulus mengucap syukur atas perbuatan jemaat Filipi yang mau “mengambil bagian” (synkoin?ne?) dalam kesusahannya sewaktu memberitakan Injil. Di ayat-ayat selanjutnya (4:15-18) dia menjelaskan bahwa perbuatan itu berkaitan dengan kontribusi finansial yang diberikan oleh jemaat bagi pelayanannya.
Yang terakhir, Paulus mengucap syukur atas kesetiaan Allah kepada jemaat Filipi (ayat 6). Bentuk partisip “aku yakin” (pepoith?s) ditafsirkan oleh banyak penafsir sebagai anak kalimat yang menerangkan alasan (sebab). Jika ini diterima, ayat ini merupakan alasan tambahan bagi ucapan syukur di ayat 3 dan 5.
Istilah “pekerjaan baik” (ergon agathon) tidak merujuk pada partisipasi jemaat Filipi. Ini adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Allah. Jika demikian, Paulus sangat mungkin sedang membicarakan tentang keselamatan rohani jemaat. Di 2:12-13 Paulus menyinggung tentang keselamatan dan ketaatan mereka dengan berkata: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (catatan: “kerelaan-Nya” secara hurufiah berarti “kehendak-Nya yang baik”). Keselamatan adalah pekerjaan Allah. Ketaatan jemaat, misalnya partisipasi dalam pekabaran Injil, juga merupakan pekerjaan Allah. Dia juga yang akan memastikan bahwa semua itu akan berjalan seperti itu sampai kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali. Soli Deo Gloria.
Sumber : http://rec.or.id/article_986_Eksposisi-Filipi-1:3-6
Teologi 61